Saturday, December 10, 2016

Hitam Putih

Snuff Milss, Bristol 2016
Benar dan salah adalah salah satu perdebatan abadi yang paling banyak menyumbang kekacauan dimuka bumi. Perdebatan  sudah dimulai sejak sejarah manusia pertama yang tercatat dalam sejarah, Adam as dan mungkin hingga kehidupan di dunia ini berakhir, debat benar dan salah ini akan berakhir pula. Perdebatan benar salah ini bukan hanya terjadi pada setiap level kehidupan namun juga terjadi dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Pada kenyataannya sekarang sudah sangat banyak produk hukum sebagai alat pengahakiman dan pengambilan keputusan terhadap segala persoalan, proses hukum yang akan menentukan kebenaran dan kesalahan dari setiap kasus yang terjadi dalam kehidupan manusia. Produk hukum ini pula telah disiapkan untuk menyentuh setiap sisi dan dan aspek kehidupan manusia.

Namun kali ini kita tidak membahas tentang hukum hukum positif yang mengatur tentang kehidupan manusia, yang sudah pastinya sangat tergantung pada konsep kewilayahan, bersifat tentatif dan terus  berkembang seiring dengan perubahan jaman. Kali ini kita akan sedikit membahas mengenai benar dan salah dalam pandangan agama, apakah benar dan salah itu bersifat statis atau dinamis atau bahkan kedua keduanya. Apakah kehidupan moral beragama didasarkan atas penilaian hitam dan putih atau sebaliknya, kehidupan moral beragama itu sangat berwarna.

Dalam kehidupan beragama, apapun agamanya akan sangat kental dengan kajian benar dan salah, dalam masing masing kitab agama akan banyak sekali kita jumpai tentang larangan larangan dan suruhan suruhan. Suruhan dan larangan dalam beragama ini akan berimplikasi pada moral yang benar atau moral yang salah. Ketika kita melakukan semua suruhan maka kita dimasukkan dalam golongan moral yang benar namun ketika melakukan semua larangan maka kita dimasukkan dalam golongan moral yang salah.

Dimanakah benar dan salah itu berada? sebagian orang akan berkata benar dan salah itu ada dalam keobjektifan berpikir, sebagian yang lainnya akan berkata benar dan salah itu ada di dalam hati dan rasa dan sebagiannya lagi akan berkata benar dan salah itu ada di kitab suci. Dalam tulisan ini akan melakukan pendekatan terhadap sejarah kenabian yang disajikan dalam agama (khususnya Islam) dalam mengklasifikasi benar dan salah.

Dalam dunia Islam semua muslim meyakini bahwa kenabian membawa  misi yang sama, yaitu Islam. Ketika ditanya, seorang muslim akan menjawab bahwa semua nabi adalah Islam, mereka membawa pesan pesan Islam kepada umatnya, dan oleh  karena itu kenapa setiap muslim meyakini para nabi merupakan orang tercerahkan/suci dari umatnya pada masanya masing masing. Sekalipun itu Musa as yang merupakan nabi Yahudi, walau banyak muslim tidak menyukai Yahudi namun semua muslim mengakui kenabian Musa as. Begitu juga terhadap Yesus (Isa as), walau banyak muslim tidak setuju dan dengan sebagian nilai nilai Nashrani, namun semua muslim beranggapan bahwa nabi Isa adalah manusia suci dan seorang nabi.

Lantas bagaimana para nabi sebelum Muhammad saw bisa dikatakan Islam? bukankah pilar Islam itu ada 5 hal, sedangkan mereka sendiri tidak menerima 5 pilar tersebut pada jamannya masing masing. Didalam Quran tidak disebutkan masing masing nabi itu mengucapkan kalimat Syahadah, pada jaman mereka belum mengenal Shalat seperti yang dilakukan Rasulullah saw, kesemua mereka bukan bangsa Arab dan tidak mengenal bulan Ramadhan untuk puasa, dan juga belum mengenal konsep Zakat. Dari kejadian ini akan timbul pertanyaan, Islam itu sendiri apa? kalau memang menjadi seorang Muslim harus tunduk pada ke 5 pilar kenapa orang orang sebelum Muhammad saw juga bisa dikatakan Islam, bahkan dilabeli dengan jabatan Nabi padahal mereka belum mengenal 5 konsep/pilar bergama dalam Islam. Hal tentang apakah Islam ini sendiri akan disajikan dalam tulisan berikutnya   (Hanya Ada Satu Jalan).

 Sampai saat ini kita menyetujui mulai dari Adam as hingga Muhammad saw adalah pembawa ajaran Islam, dari keyakinan ini kita menyetujui bahwa warna Islam itu sendiri berubah ubah dari jaman ke jaman sesuai dengan budaya dan tingkat peradaban dari  masing masing nabi tersebut.
Sesuatu yang pernah dilakukan secara benar pada masa Adam as bisa saja dianggap salah jika dilakukan pada masa Muhammad saw, sesuatu yang secara benar dilakukan oleh Sulaiman as dan nabi nabi lainnya pada jamannya akan jadi salah jika dilakukan dijaman Muhammad saw namun dalam Quran nabi nabi terdahulu sebelum Muhammad saw itu tidak pernah dicap kafir tehadap nilai nilai Islam.

Untuk lebih jelasnya kita akan langsung melihat pada beberapa kejadian dari nabi nabi terdahulu sebelum Muhammad saw, tindakan tindakan yang dilakukan oleh nabi nabi terdahulu baik itu perintah Tuhan maupun tindakan pribadi yang kontradiktif jika dikaitkan dengan Syariah yang diajarkan Muhammad saw.

Pertama, Adam as melakukan pernikahan sedarah terhadap anak anaknya. Pernikahan sedarah ini tentunya adalah sangat terlarang dalam Syariah Islam yang diajarkan Muhammad saw namun tidak halnya pada jaman Adam as, itu adalah pilihan terbaik yang harus dilakukan. Atas petunjuk Tuhan, Adam meminta kedua anak laki lakinya (Qabil dan Habil) memberi persembahan kepada Tuhan. Tidak ada penjelasan detail tentang bagaimana prosesi pemberian penyembahan kepada Tuhan ini, apakah ditempatkan diatas batu, diatas bukit atau lainnya karena tidak mungkin diserahkan langsung kepada Tuhan karena dalam Islam konsep Tuhan jelas tidak bisa dilihat dan tidak berbentuk (bukan objek) seperti manusia. Kalau permintaan Adam as kepada anaknya ini kita lakukan sekarang, setelah kita menerima Syariah dari Muhammad saw bisa bisa kita dikatakan syirik, memberikan sesajian tanpa tau kemana hilangnya sesajian kita itu. Namun tidak pada jaman Adam as, begitulah cara mereka, peradaban mereka menterjemahkan perintah perintah Tuhan dalam kehidupan mereka. Apakah Adam as pendosa dan berlaku salah? kita tidak bisa mengatakan begitu karena apa yang dilakukan adalah perintah Tuhan.

Kedua, Yunus as meninggalkan penduduknya dan menaiki kapal untuk pergi ke negeri yang lain. Ketika kapal yang dinaiki Yunus as tidak bergerak dilautan, pihak kapal melakukan undian kepada semua penumpang untuk dilempar ke laut sebagai sesembahan agar terlepas dari masalah yang mereka hadapi. Melakukan undian dalam hidup dan memberikan sesembahan agar terlepas dari masalah adalah sangat terlarang dalam Syariah yang diajarkan Muhammad saw, namun hal itulah yang telah dilakukan Yunus as pad saat itu. Mengundi nasib ini sama dengan judi dalam Islam, dan memberikan sesembahan kelaut ini mengingatkan kita akan tradisi Rabu abeh/Tolak bala dalam sebagian masyarakat Aceh, yang biasanya melakukan sesembahan berupa badan kerbau yang sudah mati kelaut, hal ini jelas jelas dianggap Syirik dalam Syariah Islam. Lantas apakah Yunus as seorang yang berlaku salah dan pendosa karena mengikuti undian hidup dan merelakan tubuhnya jadi sesembahan bagi laut? saya yakin tidak satupun berani menyalahkan Yunus as dengan kenabiannya walaupun apa yang telah dilakukannya jelas jelas bertentangan dengan syariah yang diajarkan Muhammad saw. Begitulah peradaban masa Yunus as meyakini dalam melepaskan masalah dalam kehidupan mereka.

 Ketiga, Daud as yang beristrikan 100 orang. Diriwayatkan bahwa Daud as adalah seorang raja besar yang memiliki istri 100 orang. Apa yang dilakukan oleh Daud as ini juga bertentangan dengan nilai nilai Syariah yang diyakini oleh banyak muslim (beristrikan 4 orang). Namun apakah beristrikan banyak lebih dari 4 ini adalah perbuatan salah dan dosa dari Daud as? walaupun itu bertentangan dengan semangat Syariah yang diajarkan Muhammad saw, semua muslim tetap meyakini Daud adalah seorang nabi/utusan Tuhan kemuka bumi.

Dan banyak lagi sejarah sejarah lainnya yang darinya kita bisa belajar tentang dinamisasi standart kebenaran dalam bergama. Dari 3 penggalan kisah nabi nabi diatas bisa dilihat adanya praktek praktek yang dilakukan para nabi sebelum Muhammad saw yang bertentangan dengan Syariah. Namun disisi lain semua muslim meyakini semua nabi adalah Islam, lantas yang manakah Islam yang sebenarnya? kebanyakan muslim akan menjawab, Islam adalah yang diajarkan Muhammad saw karena Muhammad saw adalah yang terakhir dan penyempurna dari ajaran yang mereka bawa. Pada kenyataanya juga Syariah yang dibawa Muhammad saw telah menjadi aturan aturan yang mengikat seluruh muslim didunia saat ini.

Bagi seorang muslim adalah suatu ketaatan ketika bisa mengikuti semua aturan aturan yang telah diberikan Illahi dalam Quran, Kata kata di kitab suci menjadi acuan benar dan salah dalam berpikir,berkata dan bertindak. Sejauh ini hampir bisa dikatakan tidak ada yang berani membantah perintah dan larangan larangan dalam kitab suci, kitab suci adalah harga mati dalam beragama.

Namun penggalan kisah kisah diatas memberikan gambaran kepada kita adanya standar ganda tentang benar dan salah, dulunya mereka lakukan itu dinggap benar namun setelah ada Muhammad saw, itu sudah menjadi salah. Apakah Tuhan itu plin plan? dulu dibolehkan dan sekarang tidak. Tentu tidak, Tuhan sudah pasti tidak plin plan, tidak berstandart ganda, namun kenapa juga kontradiksi itu bisa terjadi?

Sebuah hadist dari Ahmad, Abu Daud, An Nasa-i dan Ibnu Majah " Diangkat pena dari tiga orang, orang tidur hingga dia bangun, orang gila hingga sadar dan anak yang belum akil baligh". Dari hadist tersebut bisa dilihat ada 3 jenis manusia yang tidak dihitung amal baik dan buruknya. ketiga golongan ini tidak terikat hukum benar dan salah. lantas kenapa mereka bisa terbebaskan dari konsep salah benar? apa kesamaan mereka sehingga perbuatan mereka terbebaskan dari penilaian salah benar?. Jawaban yang paling mungkin adalah akal, pada orang tidur akal tidak bekerja, pada orang gila juga sama dan pada anak anak akalnya juga belum sempurna.

Pencatatan amal sangat tergantung pada akal manusia, nilai nilai benar dan salah bergantung pada kemampuan akal untuk bekerja. Ketika akal tidak bekerja maka gugurlah penialaian benar dan salah terhadapnya..

Berbicara tentang akal akan sangat erat kaitannya dengan pola pikir, kebiasaan, budaya dan peradaban manusia. Akal adalah sumber dari semua peradaban yang dihasilkan manusia. Akal adalah sarana utama manusia dalam menjawab semua tantangan kehidupan, mulai dari tantangan perbedaan gender, tantangan alam seperti kondisi geografis dan iklim, hingga tantangan kehidupan sosial. Karena inilah kita bisa melihat adanya keberagaman karakter budaya yang ada dalam kehidupan kita, sesuai dengan jaman dan kewilayahannya.

Dalam beragama, kondisi budaya dan peradaban suatu tempat sangat berpengaruh dalam upaya akal untuk menterjemahkan pesan pesan Tuhan, seperti yang kita lihat pada 3 contoh kasus nabi diatas. Perbedaan standart kebenaran dari beda jaman dan beda wilayah bukanlah bentuk ke plin planan Tuhan sebagai penguasa, namun begitulah intepretasi terbaik yang mereka berikan terhadap firman/ kalam Tuhan yang mereka terima pada masa dan tempat mereka.

Perbedaan kakarakter budaya juga telah melahirkan multitafsir dalam dunia Islam, dengan sumber yang sama yaitu Quran dan Hadist, telah melahirkan banyak sekali mahzab dan aliran pemikiran dalam Islam. Kalau kebenaran itu hitam dan putih tentunya akan seragam warna dalam Islam, kita akan mewarisi nilai nilai Islam yang sama dari jaman Adam as hingga jaman kita pada saat ini, namun kenyataan tidak begitu, Islam sangat beragam, mulai dari jaman Adam as hingga ke Muhammad saw punya warnanya masing masing, begitu juga pasca Muhammad saw, masing masing daerah memiliki mahzabnya sendiri sendiri yang paling sesuai dengan konteks pemikiran, budaya dan  kondisi geografisnya.

Dari referensi sejarah yang ada dan kondisi Islam sekarang memberikan gambaran bahwa benar dan salah bukanlah tentang hitam dan putih, bukanlah suatu hal yang statis namun dinamis, selalu bergerak menyesuaikan dengan jaman dan tingkat peradabannya.  Benar dan salah adalah sangat berwarna sesuai dengan kemampuan akal manusia untuk menterjemahkan pesan pesan Ilahi pada jamannya yang ada dalam kitab suci maupun dalam perkataan dan perbuatan Nabi. Setiap jaman dan semua kondisi kemanusiaan tersambungkan dengan Tuhan melaui akal dan hati manusia. Sekolot apapun jamannya, seprimitif apapun manusianya seperti suku Mante,Tuhan selalu berkata kata kepada hambaNya seperti firman Tuhan dalam Quran  ( Yunus : 47 ) " Tiap tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka sedikitpun tidak aniaya".

Kapanpun dan dimanapun  Tuhan selalu hadir dan berkata kata pada manusia. seimbangkan hati dan akal untuk selalu memberikan yang terbaik bagi kehidupan.

Wallahu'alam.







   

Friday, December 9, 2016

Syair si Buta

Aku tak pernah takut akan kegelapan
Karena pekatnya selalu mengingatkanku untuk berhati hati
Pekatnya selalu menyadarkan aku selalu butuh keselamatan
Untuk menjaga setiap langkah
Pulang selamat dan penuh damai kerumah peristirahatanku

Yang kutakutkan adalah terangnya sinar hari
Yang cahayanya kapan saja bisa melalaikan
Dan tak jarang menyilaukan mata
Berjalan dengan pongah dan membuatku terjatuh kelumpur
Serta membawa pulang tubuh penuh kotoran kerumahku

Wahai Rabb pemilik cahaya dan penguasa seluruh jiwa
Terangilah selalu hati ini
Agar aku bisa memaknai selalu arti hadir cahayaMU.

Tuesday, November 15, 2016

Agama Milik Siapa?

     Hujan yang terus turun pagi itu membuat Mustapha dan Ali belum juga bisa beranjak pergi untuk memperbaiki pagar rumah pak Markus. Tidak terlalu jauh dari kampung mereka namun kondisi hujan deras juga tidak memungkinkan mereka untuk pergi dan  melakukan pekerjaannya. Mereka cuma bisa terduduk di balai balai depan rumahnya menunggu hujan reda sambil menikmati kopi pagi dan gorengan sarapan pagi mereka.

" Ali, kamu tahu kenapa pagar rumah Pak Markus rusak?" tiba tiba Mustapha bertanya pada anaknya. " Katanya dirusak sama anak anak muda kampung situ, yah" jawab Ali. " Iya Ali, dua hari yang lalu waktu pak Markus nelpon Ayah, katanya juga begitu,ada beberapa anak muda datang kerumahnya dan tiba tiba merusak pagar rumahnya". 
" Memangnya kenapa sih Yah ?" Ali balik bertanya pada Ayahnya. " Katanya mereka gak bisa terima kalau pak Markus buat acara kebaktian dirumahnya karena kebanyakan dari penduduk dikampung mereka adalah muslim dan mereka takut ajaran Kristen pak Markus mempengaruhi warganya", Mustapha memberi penjelasan pada anaknya.

     Ali bertanya lagi " kenapa bisa takut Yah? bukannya muslim disitu banyak dan kristennya sedikit, harusnya pendeta Markus yang takut penduduk muslim yang mayoritas mempengaruhi umat kristen yang minoritas dikampung itu".  Pertanyaan yang lugu namun jujur terhadap kondisi ril tanpa harus diembeli pemikiran tentang apa  keyakinannya dan kualitas benar salahnya.
" Iya, kamu benar Ali. Kalau kita melihat dari jumlah harusnya yang sedikit takut sama yang jumlahnya lebih banyak. Tapi itulah sikap mental, banyak jumlahnya belum tentu membuat kita yakin akan kekuatan kita, malah sebaliknya, merasa inferior dan terancam dengan kelompok yang lebih kecil".
" Atau jangan jangan mereka gak yakin sama keislaman mereka sendiri sehingga harus takut sama keyakinan orang lain" celoteh Ali.
Mustapha tersenyum mendengar kata kata Ali " harusnya begitu, kalau sudah yakin dengan keislamannya kita tidak perlu takut lagi dengan ajakan ataupun hasutan dari luar, lagian pak Markus juga tidak mengajak ataupun menghasut penduduk lainnya, dia cuma mengajak penduduk yang seiman dengannya untuk berdoa dirumahnya" kata Mustapha kepada anaknya.

     Hujan belum juga menampakkan tanda tanda untuk berhenti, bagi Ali sendiri duduk dan diskusi dengan Ayahnya adalah salah satu hal yang disenanginya. Dari Ayahnya dia selalu mendapat sudut pandang yang berbeda dengan kebanyakan orang orang, sudut pandang yang menyeluruh, objektif dan  bebas dari kotak kotak pemikiran. Seperti biasa, kali ini Ali  juga merasa ada sesuatu hal yang ingin disampaikan Ayahnya. Sudah menjadi kebiasaan untuk berdiskusi, seperti setelah makan malam mereka sering menghabiskan waktu di balai balai mereka, membahas apa saja mulai dari keluarga, agama dan kehidupan sosial.

     Dugaan Ali benar, tiba tiba Mustapha bertanya, "Ali, menurut kamu agama itu milik siapa'?
" Agama apa dulu Yah?" Ali balik bertanya. " Agama apapun" kata Mustapha.
Pertanyaan yang gampang sekali pikir Ali, anak kecil sekalipun bisa menjawabnya. " Agama milik masing masing penganutnya Yah, Islam ya milik muslim, Kristen milik mereka yang beragama Kristen dan Yahudi juga milik yang beragama Yahudi" jawab Ali.
" Bagus kalau mereka merasa memiliki agamanya, jadi mereka akan berusaha hidup sesuai dengan tuntunan agamanya" kata Mustapha.
" Maksud Ayah, ada pemilik lain dari agama?' Ali jadi bingung dan bertanya pada ayahnya.
" Agama itu bukan milik siapa siapa Ali, dia milik dirinya sendiri, milik Tuhan" terang Mustapha.
" Iya pasti lah Yah, kan agama diturunkan dari Tuhan seperti Islam, Kristen dan Yahudi".

     Semua muslim meyakini bahwa agama  seperti Yahudi, Kristen dan Islam diturunkan oleh Tuhan yang sama namun permasalahnnya tidak hanya cukup meyakini bahwa agama agama itu turun dari Tuhan karena pada kenyataannya banyak konflik beragama terjadi, khususnya bagi agama agama yang turun dari Tuhan, seperti perang Islam dengan Kristen, Islam dengan Yahudi maupun Kristen dengan Yahudi. Ketika meyakini semua agama turun dari Tuhan disaat yang sama pula banyak penganut agama mengklaim agama yang diyakininyalah yang paling benar dan agama lain salah/sesat ataupun kadaluarsa.

     Bagi kebanyakan Muslim mengatakan bahwa Yahudi dan Kristen sudah kadaluarsa, tidak sesuai lagi karena sudah diperbaharui oleh Islam dan nilai nilai dalam Islam ini abadi sampai akhir jaman dan tidak boleh diganggu atau direvisi oleh siapapun.
Bagi pemeluk Kristen dan yahudi menganggap Muhammad adalah Nabi palsu dan ajarannya bukan dari Tuhan. Ekslusifisme inilah yang menjadi benih benih permusuhan antar umat beragama, merasa agamanya yang terbaik dan menyalahkan semua agama yang lain.

" Lantas kalau semua agama berasal dari Tuhan kenapa sesama mereka sering berperang?" tanya Mustapha lagi kepada anaknya.
" Karena masing masing mereka tidak menjalankan agamanya secara benar" jawab Ali
" Jadi semua agama adalah benar?' tanya Mustapha lagi kepada Ali.

Bagi Ali pertanyaan salah benar selalu menjadi pertanyaan yang sangat susah untuk dijawabnya, memang dia masih terlalu muda, masih remaja namun keluasan dan kedewasaan berpikir Mustapha telah banyak tertular dalam dirinya melalui diskusi diskusi kecil yang sering mereka lakukan. Dia selalu menghindar dari perkataan perkataan yang menghakimi yang tanpa sadar hal itu juga dia turunkan dari gaya berpikir ayahnya.

" Kalau kebenaran mungkin relatif Ayah, sesuatu yang benar ditempat kita belum tentu benar ditempat lain, namun Ali yakin semua agama mengajarkan kasih dan sayang, pembebasan dan mengangkat martabat manusia" jawaban yang sangat bijak dari seorang Ali yang masih remaja.
" Jadi kalau mereka benar banar menjalankan agamanya secara benar pastinya tidak akan perang Yah" tambah Ali.

     Mustapha tidak sedang mengajari dan mendikte cara berpikir anaknya, baginya diskusi dengan Ali adalah cara dia membagi cerita, pengalaman dan ilmu, tentunya dia sangat sadar anaknya memiliki sudat pandang sendiri dan bisa mendapatkan referensi yang lebih banyak lagi diluar dengan kemudahan akses akses informasi di media.

" Iya, Ayah setuju, semua agama yang pernah diturunkan adalah untuk kebaikan kemanusiaan, menuntun manusia untuk selalu berada pada jalan fitrahnya sebagai mahluk yang senang pada keindahan,kedamaian dan kesucian. Agama itu seperti cahaya, dia datang untuk menerangi gelap jalan kita, kita tahu kemana harus melangkah dan tahu apa yang harus kita hindari untuk kebaikan kita pribadi dan kebaikan  bersama, bagi kemanusiaan". kata Mustapha kepada Ali.

     Seperti cahaya, agama bukan milik siapa siapa, dia milik dirinya sendiri, milik Tuhan. Seperti sinar matahari dipagi hari, cahaya selalu menerangi kegelapan dan  selalu terang seperti apa ada dirinya dari sejak awal penciptaan hingga kiamat nanti.
Semua muslim meyakini bahwa semua nabi yang disebutkan dalam Quran adalah Islam (berserah diri). Mulai dari Adam hingga Muhammad adalah pembawa cahaya Tuhan, agama Tuhan.

     Cahaya itu selalu sama dan tidak pernah berubah, yang berbeda hanya dalam terapan kehidupan mereka masing masing, yang disesuaikan dengan tuntutan keadaan dan budaya mereka. Intepretasi cahaya terhadap masing masing jaman dan peradaban lah yang membuat tampilan cahaya jadi berbeda, namun tetap untuk menciptakan kebaikan bagi kemanusiaan. Sementara benar dan salahnya sendiri tunduk terhadap standart kebaikan pada jamannya masing masing.

     Mustapha menambahkan lagi " permusuhan itu terjadi ketika ada cahaya yang masuk rumah, maka kita klaim cahaya adalah milik kita. Kita lupa bahwa rumah rumah yang lain juga masuk cahaya. Ketika masing masing mengatakan bahwa cahaya adalah miliknya, dan yang benar adalah miliknya inilah awal perselisihan, masing masing kita suka menghakimi orang lain dalam kegelapan hanya karena kita cuma tahu rumah kita yang ada cahaya. Bahkan untuk peradaban primitif yang belum terjamah peradaban modern sekalipun ada cahaya Tuhan disana yang diterjemahkan oleh mereka sesuai dengan peradaban mereka sendiri".

     Permusuhan dan peperangan antar agama terjadi ketika ego dilkekatkan pada agama, ini agamaku, apa agamamu?  agama dia dan apa pula agama mereka?. Jangan pernah lekatkan ego pada agama, justru agama menginginkan kita meruntuhkan ego, selalu mengevaluasi dan menghakimi diri terlebih dahulu sebelum berkata dan bertindak,  untuk membuat kita lebih mawas diri dan selalu mengawasi moral sendiri agar selalu dalam rule fitrah kemanusiaan kita yang hanief.

" Tapi bukankah masing masing agama seperti Islam, Kristen dan Yahudi itu eksis dan berdiri sendiri Ayah?" Ali bertanya.
" Iya, betul Ali, cahaya Tuhan itu turun kapan saja dan dimana saja, bukankah Tuhan itu maha berkata kata? begitulah agama agama. Tuhan selalu berkata kata pada hambanya pada setiap masanya, dan agama  dengan aturan aturannya adalah rule yang diberikan, yang segala sesuatunya diterjemahkan sesuai dengan konteks budaya dan daerahnya masing masing. Walupun terjadi beda penafsiran terhadap cahaya yang mewujud dalam aturan masing masing agama  yang disebabkan karena beda jaman dan beda daerah geografisnya namun hal ini tidak menghilangkan esensi cahaya sebagai sumber penerang dalam hidup" Mustapha memberi penjelasan kepada Ali.

 " Bagaimana dengan perang perang yang dilakukan nabi Muhammad Ayah?" Ali bertanya lagi.
Mustapha menarik nafas dalam dalam sambil berkata pada Ali " pertanyaan yang bagus Ali, perang perang yang dilakukan Rasulullah lah yang banyak melegitimasi para muslim sekarang untuk memerangi yang tidak seyakinan dengan dirinya. Tapi kita harus melihat Rasulullah tidak pernah memerangi orang karena keyahudiannya, Rasulullah tidak pernah memerangi seseorang karena kekristenannya. Bukankah ketika Rasulullah memulai kehidupan di Madinah dengan Piagam Madinahnya menjamin kehidupan antar umat beragama yang saling bertoleransi dan punya hak yang sama dalam hidup dan melindungi kota madinah, bukankah banyak kisah Rasulullah memberi makan Yahudi miskin di sudut sudut kota Madinah. Rasululullah juga pernah mengirim para sahabat untuk berlindung pada kerajaan Habasiyah yang pada saat itu rajanya adalah seorang yang non muslim (Kristen), Rasulullah bukanlah orang yang munafik, ketika terdesak minta bantu pada non muslim namun ketika diatas malah menginjak dan memeranginya. Bukankah Rasulullah senang mendengar kabar menangnya tentara kerajaan Kristen Romawi melawan kerajaan Persia. Rasulullah sangat menghargai keberagaman baragama, adapun perang perang yang dilakukan Rasulullah adalah perang melawan nilai nilai kemungkaran dan kemunafikan yang terjadi pada saat itu, seperti yang terjadi pada perang dengan kaum Yahudi di Medinah, bukan karena mereka beragama Yahudi tapi karena mereka telah mengingkari perjanjian perjanjian yang telah disepakati bersama. Begitu juga perang dengan musyrikin Mekkah, Rasulullah melakukan perang terhadap praktek prakter amoral dan asusila dari penduduk Mekkah yang mengakibatkan runtuhnya konstruksi sosial yang beradab dari masyarakat Mekkah. Begitu amoralnya mekkah pada saat itu sehingga Rasulullah perlu memeranginya dengan meletakkan pondasi tauhid dan tatanan sosial yang lebih bermatabat dalam bentuk bentuk hukum moral dalam agama. Fokus perjuangan Rasulullah tidak pernah bergeser dari membangun moral dan peradaban yang baik bukan memerangi agama orang lain".

     Ali mengangguk anggukkan kepala mendengar paparan ayahnya, dengan mata yang menyempit dia berkata " Ok..jadi Rasulullah tidak pernah memerangi orang lain karena agamanya namum memerangi praktek praktek amoral dan asusila yang terjadi pada saat itu yang kebanyakan terjadi karena salahnya pondasi tauhid mereka (Musyrik), dan menurut ayah solusi untuk mengatasi permusuhan antar agama ini adalah menghilangkan ego diri dalam agama?"

" Iya, ketika ada orang yang mengatakan sinar matahari yang masuk kerumah kita ini tidak bagus apakah itu akan menguragi cahayanya? tidak kan? cahaya itu tidak bergantung pada penilaian orang lain dan dia akan tetap akan terang dengan sendirinya. kalaupun ada yang menghina agama kita, agama kita tidak akan hilang kesuciannya. Mungkin hati kita terasa sakit namun disitulah guna agama, kita gunakan agama untuk mengontrol hati kita agar terhindar dari hal hal buruk dari rasa sakit hati tadi. Lantas bagaimana dengan agama orang lain? dengan cahaya yang masuk rumah orang? bukan hak kita untuk menghakimi, itu urusan yang bersangkutan dengan pemilik cahaya, mereka mau menambahkan kaca warna warni dijendelanya agar cahaya yang masuk kerumahnya lebih bervariasi juga hak mereka. Kita tidak boleh menghakimi manusia lainnya karena kita tidak pernah tahu bagaimana hubungan masing masing hati manusia dengan Tuhan sebagai sumber cahaya, sumber agama" penjelasan Mustapha pada anaknya.

     Hujan mulai berhenti dan matahari yang tadi bersembunyi di balik awanpun sudah keluar seperti juga cahaya yang baru masuk dalam pemikiran Ali tentang kepemilikan agama dengan segala perselisihan antar agama yang terjadi dari sudut pandang ayahnya, kawan diskusi dan sekaligus gurunya. Mereka harus melanjutkan lagi langkah mereka dengan tuntunan cahaya yang mereka miliki dan juga untuk membangun pagar pagar jarak keamanan sosial yang saling menjaga dan melindungi dari keberagaman etnis dan agama yang ada.












 




   


   





   


     

     

Monday, February 22, 2016

Rumah Cahaya

 
 


     Di sebuah lembah yang yang jauh dari keramian manusia hidup sepasang manusia dalam gubuk sederhanya. Dua manusia yang memiliki latar belakang karakter, budaya dan keilmuan yang jauh berbeda dan telah memutuskan untuk menjadi mitra dalam menjalani sisa sisa takdir dari kehidupan mereka. Adanya kesamaan tujuan dalam hidup telah membuat semesta bersekokongkol untuk mempertemukan kedua jenis karakter yang berbeda ini.

     Jauh hari sebelum bertemu dan memutuskan untuk tinggal di gubuk itu, kedua mereka telah sering mendengarkan dari kedua orang tua dan guru guru mereka tentang adanya sebuah "rumah cahaya" dipuncak bukit yang tidak terlalu jauh dari gubuk yang mereka tinggali. Fantasi keindahan " rumah cahaya " yang mereka dapatkan dari sejak kecil begitu kuat tertanam di alam bawah sadar mereka yang tanpa mereka sadari setiap langkah yang mereka  buat adalah bagian dari rangkaian puzzle untuk menuju "rumah cahaya".

     Konon banyak penduduk sudah berusaha menuju kesana, ada yang sudah mencapainya dan menceritakan semua keindahan rumah itu dalam rangkaian kata kata yang bagi sebagian orang akan sangat menghipnotis untuk menemukannya namun tak jarang pula mereka juga mendengar banyak manusia yang terjatuh ke jurang yang sangat dalam ketika hendak mencapai puncak bukit dimana "rumah cahaya" itu berada.

     Memang katanya tidak mudah untuk menuju kerumah cahaya tersebut karena hutan di bukit itu begitu lebat dengan semua vegetasinya, kondisi ini menjadikan hutan itu begitu gelap dan sumber cahayanya cuma berasal dari berkas berkas  cahaya yang berasal dari rumah tersebut yang menembusi celah celah semak dan pepohonan di bukit itu. Dan berkas berkas cahaya ini pula yang menjadikan penunjuk arah bagi siapa saja yang ingin menuju kerumah tersebut.

     Mungkin akan sangat sederhana jika kita berpikir kita melangkah terus dibimbing oleh berkas berkas cahaya tersebut menuju tujuan kita namun kondisi riil di hutan yang penuh dengan duri yang kapan saja bisa melukai, sengatan binatang berbisa dan lainnya yang kapan saja bisa membuat kita tidak bisa mencapai tujuan kerumah tersebut. Bahkan tak jarang ketika orang sudah melihat rumahnya dari kejauhan malah terjatuh kejurang karena ketidak hati hatianya melewati jalan yang sangat sempit ketika hendak mencapai rumah itu.

     Berurut hari berlalu keingintahuan sepasang manusia ini akan rumah cahaya juga semakin besar namun mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri. Nafas si manusia pertama dibesarkan dalam tradisi taktikal dan lebih sedikit menggunakan akalnya sementara Akli manusia kedua dibesarkan dalam tradisi berpikir yang sangat kuat dan lebih sedikit menggunakan pisiknya untuk bertindak.
Setiap harinya Nafas selalu berjalan melintasi lebat dan gelapnya bukit untuk menuju rumah cahaya, setiap jalan yang dilaluinya dibuat penanda agar keesokan harinya dia bisa melangkah dengan lebih mudah dan lebih cepat. Inilah rutinitas harian yang dilakakukan Nafas dalam upayanya mencapai rumah cahaya. Dalam perjalannya tak jarang Nafas harus terjatuh, tertusuk duri, disengat binatang bahkan pernah jatuh ke lumpur hidup yang hampir saja merenggut nyawanya kalau saja dia tidak sempat menarik salah satu akar tunjang yang menggantung dari pohon beringin didekatnya.

     Rintangan rintangan yang dialami Nafas tidak juga mebuatnya surut demi mencapai mimpinya menuju rumah cahaya bahkan semakin hari semakin membuat dirinya lebih bijak dalam menjalani hari harinya karena mengetahui ada hal hal diluar sana yang sunggur berada diluar kuasa dirinya.

     Berbeda dengan Nafas, Akli berpandangan bahwa untuk mengetahui tentang rumah cahaya cukup hanya dengan mengetahuinya dan melihatnya dari kejauhan, dari gubuknya dan tidak harus bersusah payah melewati gelapnya hutan dengan kemungkinan kemungkinan bahaya yang bisa mengintai kapan saja seperti yang dialami oleh Nafas. Oleh karena itu Akli hanya mempersiapkan dan menggunakan seperangkat gadget sebagai  alat/cara yang dia gunakan untuk mengetahui tentang rumah cahaya.
Melalui gadget dan program yang dia miliki setiap harinya dan dari kamar gubuknya Akli menelusuri secara detail seluk beluk hutan. Bahkan dengan citra satelit dalam program map di gadgetnya Akli bisa tahu persis dimana posisi rumah cahaya dan juga dengan citra yang ada dia bisa melihat lihat rumah itu melalui gadgetnya.

     Segala data dan citra tentang hutan sebagai jalan menuju rumah cahaya bisa diakses oleh Akli, begitu juga data dan citra tentang rumah cahaya juga dia miliki.
Inilah kepuasan tertingginya dan dia sudah merasa mengetahuinya lebih dulu dan lebih banyak dari Nafas. Setiap harinya dia membangga banggakan data data dan citra yang bisa dia peroleh.
Disisi lain Akli hampir tidak ada kemauan sama sekali untuk bertindak untuk melakukan gerakan menuju ke rumah cahaya tersebut, baginya mengetahuinya saja sudah cukup sehingga dia bisa membahasakannya secara verbal bagi orang orang lain nantinya.

     Bagi Nafas petualangannyalah yang utama, dia ingin merasa dan tidak hanya sekedar tahu seperti yang diketahui Akli. Keindahan petualangan yang sangat dinikmati oleh Nafas yang semakin membuat mentalnya jadi lebih teruji mengatasi ganasnya hutan, jiwanya jadi lebih tahan dan juga tentunya lebih bijak dalam mengatasi keadaan.
Keindahan petualangan yang membangun jiwa yang pada akhirnya mampu membawa dirinya sampai kepada rumah cahaya yang selama ini dia impikan.

     Sungguh keindahan yang tak bisa terbahasan apa yang dia rasa ketika berada di rumah cahaya, semua kata kata tidak cukup untuk menggambarkan rasa bahagianya. Semakin dia amati semakin terasa indah melebihi dari kata kata  indah yang pernah dia baca sebelumnya dari orang orang yang sudah duluan sampai kerumah itu. Namun itulah bahasa, Nafas sendiri kebingungan bagaimana membahasakan karena keterbatasan kata  untuk melukiskannya. Dia hanya bisa berteriak bahagia sekuat tenaga " aku tlah sampai, aku sangat bahagia".

     Dengan rasa bahagia dan keharuan mendalam Nafas pulang ke gubuknya hanya untuk berbagi bahagia dengan Akli. Bergegas dia menjumpai Akli sambil berteriak "Akli..Akli, aku telah sampai kerumah cahaya, sangat indah dan sangat bahagia rasanya". Akli hanya tersenyum sambil mengatakan " Iya, tentu saja Nafas, bukankah aku sudah pernah menunjukkan kepadamu bagaimana indahnya foto rumah cahaya itu".

     Akli selalu merasa lebih dulu dan lebih banyak tahu namun dia tidak pernah bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan Nafas. Walaupun mereka sama sama bisa mengatakan kata yang sama    " aku sangat bahagia" namun tentunya kualitasnya berbeda.
Akli bisa jadi banyak tahu tentang data data dan citra namun dia tidak mengalaminya langsung dalam pengalamannya, dia tidak menjalani proses pembelajaran mental dan jiwa dari perjalanan menuju rumah cahaya yang sebetulnya itulah moment paling berharga dari menuju rumah cahaya. Dia tahu dengan logikanya namun dia tidak bisa merasa dengan jiwanya.
Bahkan pengetahuan yang yang dimiliki tidak mampu menjamin dia bisa dengan selamat menuju rumah cahaya karena tantangan menuju kesana harus melalui perjuangan dan ketahanan jiwa bukan sekedar tahu secara teoritis logis.
Hidupnya hanya sebatas petualangan akalnya dan tentu saja sebatas itu pula tingkatan dia bisa mempersepsikan kebahagiaan/keindahan petualangan menuju rumah cahaya.


     Bagi Nafas, kebahagiaan/keindahan petualangan kerumah cahaya sangat personal karena cuma jiwanya sendiri yang bisa merasa tanpa ada kata yang bisa melukiskannya.
Beda bukanlah soalannya karena itu terkait potensi dan kelemahan yang spesifik yang dimiliki masing masing mereka. Ini adalah rahmat juga bagi mereka untuk saling melengkapi terlepas bagaimana kualitas kebahagiaan yang ada di hati mereka masing masing dalam pencariannnya pada rumah cahaya.








Pencari

Wahai pencari
sadarilah, akalmu adalah hijabmu
akal dan debatmu tak akan pernah sampai kepada kebenaran

Kamu bisa jadi tahu benar atau tidak dengan akalmu
Tapi akalmu tak akan mampu mencapai kesana
Karena dia adalah cuma alatmu
Cuma bahasamu
Tuk hanya memverifikasi kebenaran yang ada

Kalbumu lah yang bisa mengantarmu kesana, mencapai kebenaran
Jaga dan bersihkan dia selalu dalam gerakmu
Bertindaklah,berbuatlah selalu dalam kesucian kalbumu
Karena itu adalah ibadahmu.
Dan semoga kebenaran akan jadi rumah jiwamu

Saturday, February 13, 2016

Dosa Dan Bencana, Benarkah Ada Hubungannya?

 



Dalam sejarah perkembangan manusia, bencana banyak diidentikkan dangan dosa, bencana adalah sebuah konsekwensi dari pembangkangan terhadap segala ketentuan Tuhan. Bencana adalah hukuman dan cara Tuhan berkomunikasi dengan hambanya yang telah melakukan pelanggaran atas perintahNya. Keyakinan ini bukan saja terjadi pada penganut agama agama Samawi, namun juga terjadi pada agama agama tradisional dan aliran aliran kepercayaan di berbagai belahan bumi. Bahkan dalam kitab suci agama agama Samawi sendiri secara tegas menjelaskan bahwa  bencana yang terjadi adalah akibat dari dosa dan pelanggaran yang dilakukan manusia terhadap ketentuan ketentuan Tuhan.

Kesamaan pandangan dari berbagai peradaban manusia terhadap korelasi dosa dan bencana ini bukanlah suatu kebetulan, kesamaan pandangan ini seperti mengisyaratkan adanya suatu  alasan logis dibalik fenomena ini. Namun keterbatasan pengetahuan dan perangkat keilmuan pada jamannyalah yang mengakibatkan konsep korelasi dosa dan bencana ini dibahasakan dengan bahasa yang dogmatis dan tidak dijelaskan secara logis.

Lantas, apakah ada korelasinya antara dosa dan bencana? kalau ada bagaimana pula penjelasan logisnya?

Dalam masyarakat agama - khususnya Islam- keyakinan pada ada hubungannya antara dosa dan bencana masih sangat kuat, karena dalam berbagai kisah bencana yang ada dalam Quran selalu dikaitkan dengan pelanggaran dan pembangkangan yang dilakukan manusianya pada jaman itu. Keyakinan pada kitab suci (Quran) mengakibatkan adanya pengacuhan terhadap penalaran logis, terlepas itu salah atau benar, logis atau tidak logis, sesuatu yang ada di kitab suci wajib diyakini, dan keyakinan yang seperti ini yang banyak dilakukan oleh banyak penganut agama.

Disisi lain, agama (Islam) sendiri sangat mendorong penggunaan logika dalam beragama. Dalam banyak surat kita akan menjumpai ayat ayat yang berkata "....sebagai tanda tanda bagi orang berpikir". Segala fenomena yang terjadi di semesta harus bisa dipertanggung jawabkan secara logis dan scientifik. Keterbatasan keilmuan pada jaman Musa as dan Sulaiman as dalam membaca fenomena alam bukan berarti terbelahnya laut merah dan teleportasi Sulaiman adalah "sim salabim". Semua yang bermateri selalu tunduk pada hukum fisika dan kimia sebagai sebuah ketentuan Tuhan (Sunnatullah), dan akal manusia adalah senjatanya, yang dalam beberapa ratus tahun terakhir  mengalami lompatan yang sangat besar dalam membaca ayat ayat (alam) Tuhan dalam memajukan peradaban manusia.

Bagi masyarakat agama sangat mudah untuk memberi pemahaman dan membuat mereka percaya dengan nilai nilai yang disampaikan oleh para Nabi, terlebih lagi itu berasal dari kitab suci, mereka akan langsung menerima dan mempercayainya tanpa ada proses penalaran logis. Hal ini tentunya akan  sangat berbeda ketika kita berhadapan dengan  masyarakat yang non agamis bahkan cenderung anti agama. Segala sesuatu yang kita sampaikan dari agama ataupun kitab suci tidak secara langsung akan mereka percayai, mereka akan melakukan proses penalaran, melakukan analisis kritis dan pembuktian yang logis sebelum meyakini sesuatu yang disampaikan oleh agama melalui kitab sucinya.

Menjadi tantangan disini adalah bagaimana cara memberikan pemahaman kepada masyarakat yang non agamis untuk meyakini apa yang disampaikan dalam kitab suci, bencana terkait dengan dosa menjadi suatu hal yang masuk akal , dan bukan sekedar konstraksi atau gejala fisik dari alam yang terjadi tanpa dikarenakan oleh gelombang pikiran dan perbuatan manusia . Perlu formulasi keilmuan untuk mejelaskan segala sesuatu yang dianggap benar dalam masyarakat agama agar bisa dianggap masuk akal dan diyakini pula oleh masyarakat non agama.

Sebagai masyarakat agama kita selalu selalu meyakini bahwa banjir besar pada masa Nuh as adalah akibat ingkarnya penduduk terhadap ajaran ajaran kebaikan Nuh. Yakini saja tanpa perlu ada penalaran logis bagaimana moral manusia bisa menggerakkan segala materi yang ada di alam. Kita tidak peduli bagaimana dosa bisa membuat angin panas pada kaum Madyan, kita juga tidak pernah mau tahu bagaimana perilaku kaum Sodom bisa membuat gunung memuntahkan isinya dan menenggelamkan mereka semua. Bagi kita yang beragama sangat gampang menjawabnya, kita tinggal katakan "itu semua balasan Tuhan, Tuhan maha  berkehendak, semua mungkin bagi Tuhan dan tinggal bilang " jadilah, maka jadilah"

Benar, Tuhan adalah maha kuasa namun sekali lagi, dalam kehidupan materi tidak se sim salabim itu, semua materi di dunia tunduk pada hukum fisika yang merupakan bagian dari sunnatullah itu sendiri. Segala sesuatunya harus melalui proses yang logis bahkan scientifik.

Begitu juga ketika berhadapan dengan masyarakat non agamis bahkan tidak percaya Tuhan, kita tidak bisa memaksa mereka untuk meyakini kitab suci, yang bagi sebagian besar mereka kitab suci adalah omong kosong belaka. Perlu pendekatan logis, menjelaskan bahwa semua pergerakan materi di alam juga terkait dengan pergerakan gelombang pikiran dan moral manusia.

Kita bersyukur terlahir di jaman dimana ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat, banyak temuan temuan ilmu pengetahuan semakin menelanjangi dunia, sehingga kita mendapat perimbangan dan penguatan dalam beragama, yang bukan cuma berlandaskan pada dogma dogma kitab suci namun juga mendapat pembenaran pembenaran secara ilmiah. Begitu juga halnya yang terjadi pada bencana  alam, sangat erat kaitannya dengan dosa bila kita coba pelajari dengan pendekatan keilmuan terkini. Sudah tidak saatnya lagi melakukan pendekatan dogmatis disaat ilmu pengetahuan sudah sangat berkembang, yang dalam perjalanannya ilmu pengetahuan merupakan alat pembenaran dan penguatan terhadap nilai niali nyang ada dalam kitab suci. Karena ilmu pengetahuan juga meruapakan cara Tuhan menunjukkan eksistensi diriNya terhadap manusia.

Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa dunia materi ini tersusun dari partikel terkecil yang dikenal dengan atom yang didalamnya tersusun dari berbagai elemen yang bisa menghasilkan energi. Apapun yang ada di dunia ini tersusun dari partikel ini, bahkan termasuk juga gelombang seperti bunyi bunyian dan pikiran manusia. Ketika kita melepaskan kedirian pada  kematerian, kita akan meyadari bahwa diri kita ini adalah kumpulan dari atom. Meja, laptop, gadget, bumi, planet planet, bintang dan segala materi yang ada di alam semesta adalah kumpulan atom atom/energi.

Fakta ini memberikan gambaran pada kita bahwa dikedalamannya semesta ini disesaki oleh atom atom, gelombang dan energi. Sebagai contoh, dimanapun sekarang kita berada, diudara disekeliling tempat kita berada yang kita anggap kosong ini berisi miliaran bahkan triliunan data yang berasal dari atom atom tadi. Dengan bantuan peralatan seperti handphone kita bisa merubah energi/gelombang/data yang ada diseputaran kita menjadi suara ataupun kalimat kalimat pesan di HP, dengan TV dikamar, dia bisa mengolah data data dan gelombang yang ada di udara menjadi gambar hidup yang bisa kita tonton bahkan siaran langsung dari jarak ribuan mil dari tempat kita berada, dengan fasilitas internet kita bisa mengakses data dari segala penjuru dunia. Hal ini menunjukkan betapa di udara kita ini, dialam semesta ini disesaki oleh energi energi/gelombang ataupun data data.

Seperti energi dan gelombang gelombang lainnya, ilmu pengetahuan juga sudah membuktikan bahwa pikiran manusia juga mempunyai massa, yang dengan kata lain juga tersusun dari partikel partikel. Ilmu pengetahuan terkini juga sudah mulai meneliti bagaimana kerja dari pikiran dalam mengirimkan sinyal seperti telephati, telekinesis, teleportasi dan lainnya. Bisa dibayangkan diudara yang kita anggap kosong ini juga sedang berkeliaran ide ide dari pikiran dan juga kata kata yang kita lepaskan. Pada saat ini, detik ini, bermiliaran bahkan mungkin tak berhingga gelombang pikiran manusia yang berkeliaran diudara.

Sampai disini, satu kesimpulan yang kita peroleh adalah kita sepakat dengan ilmu pengetahuan  telah membuktikan bahwa pikiran manusia memiliki massa dan medan energi yang mengisi ruang udara kita.

Lantas pertanyaannya bagaimana hubungannya pemikiran,perkataan dan perbuatan manusia yang salah atau dosa bisa mengaibatkan bencana alam?

Kebanyaakan kita meyakini alam semesta ini berjalan atas ketentuan tertentu yang disebut dengan hukum alam dan penuh keteraturan. Hal ini bisa kita lihat dari keberadaan alam semesta itu sendiri, seperti keteraturan peredaran bulan terhadap bumi dimana saat yang  sama bumi juga mengalami rotasi dan revolusi terhadap matahari, adanya jarak jarak ideal matahari dengan planet planet sehingga bisa membentuk komunitasnya sendiri sendiri. Begitu juga dengan galaksi galaksi dan peredaran komet, kesemuanya bergerak dalam ketentuannya, bergerak dalam keindahan tanpa ada kekacauan. Keteraturan ini dikenal dengan hukum alam atau dalam bahasa Islam dikenal dengan Sunnatullah, yang kemudian dalam perjalanan perkembangan ilmu pengetahuan ketetapan dan keteraturan itu diformulasikan menjadi hukum hukum fisika dan kimia.

kedinamisan, keteraturan, keseimbangan dan harmonisasi yang dipertontonkan oleh alam semesta ini adalah fitrah kehidupan itu sendiri. Keteraturan dan harmonisasi yang terjadi dalam dunia materi alam semesta ini adalah perwujudan dari keteraturan, keseimbangan dan harmonisasi yang terjadi dalam dunia energi. Sepertinya halnya alam semesta, jiwa jiwa manusia juga tunduk dalam hukum ini. Tunduk dalam hukum keteraturan yang penuh keseimbangan dan keharmonisan karena ini juga merupakan fitrah dari manusia sendiri.

Hukum alam/sunnatullah ini dinamis, harmonis dan memiliki  alur dan arusnya sendiri. Dan karena dia satu satunya hukum yang berlaku maka semua energi yang ada di alam semesta tunduk pada ketentuannya secara suka rela seperti detak jantung manusia, kehidupan binatang dihutan, komunikasi dan perkawinan tumbuh tumbuhan, hingga peredaran planet planet, bintang dan galaksi. 

Namun disisi lain ada juga ketundukan secara terpaksa, suatu gerakan yang melawan dari arus harmonisasi dan kedinamisan sunnatullah. Pergerakan yang dilakukan secara sadar oleh pikiran manusia. Sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna dan yang paling unik, manusia mempunyai kebebasan berkehendak yang dikomandoi oleh akal budinya. Sepanjang akal budi manusia bisa melahirkan pemikiran, perkataan dan perbuatan yang sejalah dengan fitrah semesta, sejalan dengan hukum Tuhan/Sunnatullah sepanjang itu pula energi dan fisiknya sejalan dengan keteraturan, keharmonisan dan keindahan hukum alam. Namun ketika manusia dengan akal budinya melahirkan pemikiran, kata kata dan perbuatan yang merusak dan melawan arus keharmonisan hukum alam maka kuatnya arus hukum alam/ Sunnatullah ini akan meluruskan atau memaksa kembali untuk tunduk padanya. 

Pelurusan secara terpaksa ini pertamanya terjadi dalam dunia energi, seperti yang kita yakini diawal bahwa semua bentukan fisik/materi yang ada di dunia adalah bentukan dari medan energi, ketika hukum alam ini meluruskan medan energi yang salah  yang dihasilkan oleh pikiran manusia maka akan berimbas pada bergeraknya pula materi materi yang ada didunia. Gerakan atau gejolak pada dunia materi juga sangat tergantung dari besaran perlawanan yang dibuat terhadap alur dan arus hukum alam tadi, seperti contoh tertusuk duri dalam Islam,  pemikiran dan perbuatan personal yang berenergi negatif serta berlawanan dengan hukum keteraturan alam akan menggerakkan alam untuk  meluruskan energi dalam pikiran dan perbuatan pelakunya  dengan tertusuk duri. Energi negatif yang kuat dan berskala yang dilakukan akan melahirkan gejolak yang besar pula pada dunia materi seperti banjir, gunung berapi, gempa dan tsunami.

Sebagai wakil Tuhan dimuka bumi, manusia mendapat kewajiban untuk terus menjaga semua keteraturan dan fitrah ini. Kita bisa menjaga medan energi yang dihasilkan oleh pikiran tetap bersih, positif bagi kehidupan, sehingga lingkungan dan peradaban manusia juga menjadi penuh kedamaian. Sebagai contoh ketika kita berpikir positif dan hidup selaras dengan alam maka kita akan bisa meminimalisasi potensi banjir, kekeringan dan lainnya. Dalam kehidupan sosial ketika kita bisa membangun medan energi yang positif dari pikiran maka kita bisa membangun masyarakat yang berkeadilan, makmur, penuh kedamainan, jauh dari peperangan, kemiskinan dan ketidakadilan. 

Tidak ada yang serba kebetulan, mungkin betul bencana adalah hal tak terduga dalam dunia materi namun itu semuanya tunduk dalam hukum sebab akibat dalam dunia energi. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membantu dalam upaya melogiskan pandangan kaum agamis kalau bencana yang terjadi sangat terkait dengan dosa, dimana penegertian dosa disini adalah energi negatif dari pikiran dan perbuatan manusia yang berlawanan dengan fitrah hukum alam yang selaras, serasi dan seimbang. Walaupun demikian, perlu kajian yang lebih scientifik lagi akan hal ini untuk menjadikannya bukan saja masuk akal namun bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah bagi seluruh kalangan manusia.




Surga, Sistem atau Tujuan Kehidupan?

Masjid Nabawi Madinah 2012 Terlalu sering kita mendengar ajakan melakukan amalan amalan menuju surga ataupun meninggalkan perbuatan ...