Friday, July 28, 2017

Surga, Sistem atau Tujuan Kehidupan?


Masjid Nabawi Madinah 2012
Terlalu sering kita mendengar ajakan melakukan amalan amalan menuju surga ataupun meninggalkan perbuatan perbuatan yang berkonsekwensi pada neraka. Selalu ada motif transaksional atas segala tindakan yang kita pilih ataupun tindakan yang harus kita tinggalkan,  dan sangat jarang kita melakukan suatu kebaikan karena itu adalah sebuah keharusan tanpa mengikat diri pada "bayaran bayaran" yang menanti dari perbuatan kita. Dan terlalu sering pula kita meninggalkan sesuatu karena takut neraka bukan karena hal itu memang harus ditinggalkan demi kebaikan diri  dan kehidupan.

Metoda amal transaksional ini adalah metode dakwah  populer dalam masyarakat, yang bisa kita jumpai dimana dan kapan saja, tidak ada yang salah dengan metode ini namun apakah ini metode dakwah yang ideal? Tentunya juga relatif, namun tidak ada salahnya kita mencoba melakukan pendekatan beramal dengan cara yang berbeda tanpa harus kehilangan makna dari amal dan ibadah itu sendiri.

Apakah manusia diciptakan dan diturunkan ke bumi untuk mencapai surga? kalau memang iya kenapa Tuhan tidak mencukupkan umur semua manusia sampai mereka akil baligh sehingga manusia tidak sempat berbuat dosa dan semuanya masuk surga. Kalau Tuhan menyayangi manusia dan ingin semuanya masuk surga kenapa Tuhan tidak memusnahkan semua iblis dan setan sehingga tidak ada lagi bisikan jahat dalam diri manusia? Bukankah Tuhan punya kuasa untuk itu? kenapa harus ada iblis? Kenapa harus ada manusia dewasa yang ingkar lalu mati dan masuk neraka? Ok, ada yang menjawab manusia dilahirkan itu untuk diuji. sesuatu yang perlu diuji adalah karena ada sesuatu yang eksis dari dirinya, lantas apa yang eksis dari manusia?  memang siapa kita, apa kekuatan kita sehingga Tuhan perlu menguji manusia. Tiap detak jantung dan tarikan nafas manusia juga bergantung pada Tuhan. Ada yang berkata yang diuji adalah keimaman manusia, iman kita juga dari Tuhan, lantas untuk apa Tuhan menguji sesuatu yang dari diriNya dan segala sesuatu yang bergantung pada diriNya. Terlebih lagi Iblis, memang siapa Iblis sehingga Tuhan perlu mengujinya karena semua kehidupan dan kekuatannya juga dari Tuhan.

Tidak ada satupun di semesta raya ini yang eksis selain Tuhan; atom, iblis, manusia, planet, bintang, galaksi dan semua ciptaan Tuhan tidak ada satupun yang eksis. Semuanya adalah kreasi Tuhan, semuanya adalah emanasi, radiasi dari keberadaan cahaya Tuhan. Cukup sudahlah berpikir bahwa diri kita ini eksis, we are nothing, kita fana. Tidak ada yang perlu diuji dari diri kita oleh Tuhan karena dari kesemuanya yang ada cuma hanya DiriNya.

Jikalau memang kita tidak eksis, lantas untuk apa juga konsep surga dan neraka yang banyak dijumpai dalam kitab kitab suci? Mungkin ada baiknya kita coba mengingat kembali  kisah penciptaan Adam. Sebelum Adam diciptakan Tuhan sudah punya rencana menciptakan golongan manusia untuk menempati dan memakmurkan bumi dengan diberi jabatan khalifah/wakil Tuhan dimuka bumi. Tujuan penciptaan Adam bukan untuk menjadi penduduk dan khalifah di surga, Adam turun ke bumi pun bukan karena makan khuldi, karena jauh sebelum diciptakan dan makan khuldi Tuhan sudah merencanakan Adam akan jadi penduduk dan pemimpin di bumi.

Manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi dan diberi tanggung jawab untuk memakmurkan bumi dengan melakukan hal hal kebaikan (ibadah) di muka bumi. Sebagai wakil Tuhan, manusia harus mengimplementasikan nama nama indah Tuhan dalam kehidupan, segala tindakan kita dalam mengimplemenntasikan nama nama Tuhan inilah yang disebut ibadah kepadaNya. Banyak firman Tuhan di Quran yang mengatakan menciptakan manusia dan golongan lainnya untuk beribadah kepadanya. Konsep ibadah ini tidak terpaku pada ritual (shalat, puasa dan zakat) namun lebih kepada tindakan/perbuatan yang kita berikan kepada kehidupan. Ibadah ritual adalah proses latihan, internalisasi nilai nilai luhur ketuhanan kedalam diri kita yang diharapkan kita mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari dalam bentuk pemikiran, lisan dan perbuatan.

Misi utama manusia di muka bumi adalah  memakmurkan kehidupan dengan nilai nilai luhur dari nama dan sifat Tuhan, untuk menjalankan misi ini Tuhan memberikan sistem reward and punishment bagi kesadaran/akal manusia. Janji dan ancaman, surga dan neraka adalah bagian dari metode dan sistem kerja bukan tujuan kerja. Banyak contoh dalam kehidupan kita tentang sistem janji dan ancaman ini, seperti di sekolah ada sistem perangkingan, rangking 1 ataupun rangking terakhir dalam satu kelas bukanlah tujuan akhir dari sistem pendidikan di sekolah ataupun bagi siswa. Bagi sekolah tujuan akhir dari sistem pendidikan mereka adalah mencerdaskan manusia sedangkan bagi siswa sendiri adalah untuk mendapat ilmu. Berapapun rangking dan nilai yang didapat adalah sebuah bentuk dari usaha dan kerja mereka namun bukan tujuan sama sekali. Hal ini  juga bisa kita jumpai dalam dunia kerja, perusahaan mempunyai visi besar dalam menjalankan bisnisnya yang tentunya juga menerapkan sistem reward and punisment, lagi lagi sistem reward dan punishment bagi karyawan ini bukanlah tujuan akhir dari usaha yang dijalankan.

Adalah bagus termotivasi dengan reward dan menjauhi punishment sehingga terciptalah sebuah sistem kompetisi untuk mendapatkan tujuan besar yang maksimal, namun pada titik ekstrim ketika  reward menjadi tujuan dan rebutan ini akan menjadikan kita terlibat dalam kompetisi yang tidak sehat, tak jarang saling sikat, saling sikut bahkan perang yang tak berkesudahan. Lihat saja sekarang, banyak diantara kita masing masing mengklaim dirinya lah yang layak akan reward, akan surga Tuhan, bahkan itu dilakukan disaat hati, lisan dan perbuatannya mengumbar kebencian. Merasa diri paling suci ketika menebar kebencian, menghina dan mengolok olok yang lainnya. Sungguh ini sudah diluar aturan yang dikehendaki Tuhan.

Tujuan dari agama sendiri adalah membentuk insan kamil, insan yang secara terus menerus menginternalisasi dirinya dengan nilai nilai luhur (zikir) dari nama nama Tuhan melalui ritual ritual ibadah dan kemudian diterapkannya dalam kehidupan, agama juga mengajarkan  sebaik baik manusia itu adalah manusia yang paling banyak mamfaatnya bagi manusia lain, dan saya sendiri belum pernah mendapatkan kata kata yang mengatakan sebaik baik manusia adalah yang mendapatkan surga. 

Surga adalah keberkahan yang diberikan Tuhan pada siapa saja yang dikehendakinya, surga tidak bergantung pada amal sama sekali, manusia tidak pernah bisa sombong sedikitpun dengan amal apa saja yang sudah  dilakukan, karena surga adalah hak perogratif Tuhan. Surga bukanlah tentang kalkulasi matematis amal dan ibadah, sejarah menunjukkan ada pemuda Jahiliyah yang cuma baru bersyahadat dan belum pernah melakukan ibadah lainnya seperti shalat dan puasa namun Rasulullah menjanjikan surga atas dirinya setelah ia tewas dalam peperangan. Bahkan ada kisah seorang pembunuh yang tobat, belum sempat berbuat kebaikan hanya karena niat dan langkahnya berat ke kebaikan dia mendapat surga Tuhan.

Tujuan Adam dan Bani Adam (manusia/homo sapiens) adalah menjadi khalifah di muka bumi dan memakmurkan kehidupan, menerapkan nilai nilai luhur nama Tuhan seperti Kasih (Rahman), Sayang (Rahim), keadilan (Adl) dan nama nama lainnya didalam kehidupan sehingga kita menjadi sebaik baik manusia (wakil Tuhan) yang berguna banyak bagi manusia dan kehidupan. Segala misi yang kita lakukan berfokus saja pada visi ini, jadikan saja diri kita sebagai media implementasi Rahman dan Rahim Tuhan dalam kehidupan.

Ikhlas saja dalam beramal dan ibadah, tidak berdagang amal dengan Tuhan karena keridhaanNya lah puncak capaian tertinggi.


Pulang




Durdle Door, England 2017
Pulang, mungkin adalah kata yang paling indah di dunia. pulang sejatinya bermakna istirahat, ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Apapun dan dimanapun kita lekatkan untuk kata pulang, selalu itu merujuk pada sesuatu yang menenangkan dan membahagiakan. pulang selalu menjadi tujuan akhir dari segala aktivitas dan kegiatan anak  manusia.

Seorang yang gemar belajar di sekolah ujung ujungnya pasti akan minta pulang, seorang workaholick pasti membutuhkan kata pulang, seorang perantau juga selalu memimpikan aroma keindahan pulang, bahkan seorang petualang pun selalu mencari tempat yang ideal untuk pulang bagi mind nya..

lantas bagaimana dengan jiwa kita ketika detak jantung sudah berhenti, ketika otak sudah tak bekerja, ketika jasad tak bernyawa lagi?
Jasad boleh mati, aliran darah dan detak jantung boleh berhenti namun tidak jiwa, dia akan selalu hidup, dia hanya melompat dan melompat pindah dari satu dunia ke dunia lainya. Mulai dari alam ruh yang kemudian masuk ke rahim sang ibu, kemudian lahirlah anak manusia dan melompat ke alam dunia, kemudian anak manusia mati pindahlah dia ke alam kubur hingga akhirnya nanti melompat lagi kealam keabadian Tuhan.

Petualangan jiwa ini juga berakhir pada kata pulang, dia juga merindukan sumber dirinya sendiri, sang Khalik yang telah menjadikan dirinya. Lantas apakah kata pulang bagi jiwa ini berarti juga kebahagiaan, kedamaian dan keindahan? sejatinya iya, pulang selalu tentang kebahagiaan. karena sumber segala sesuatu adalah cuma satu, Tuhan. Dan hanya keindahan, kedamaian dan kebahagiaan yang ada disisiNya.

Lantas ketika jasad mati dan dikatakan sudah berpulang kepadaNya, kenapa pula masih ada neraka yang menanti kalau memang hanya kebahagiaan dan kedamaian yang ada disisiNya?
Iya betul, masih ada neraka setelah kematian jasad. namun apakah neraka adalah tujuan akhir? sepertinya tidak, karena keberadaan neraka adalah untuk membersihkan dan menyiapkan jiwa kita untuk pulang ke hadiratNya, ke kedamaian dan kebahagiaan abadi yang kita menyebutnya dengan surga. ketika surga adalah short way menuju pulang maka neraka adalah long way sebelum akhirnya pulang.

Ok, ini masuk akal namun masih mensisakan satu pertanyaan lagi. kalau memang neraka adalah long way menuju pulang ke keabadian yang penuh kebahagiaan dan keindahan kenapa pula ada yang abadi di neraka? dengan kata lain itulah tujuan akhir dari perjalanan jiwanya.

Ini adalah pertanyaan yang teramat rumit, sama misterinya dengan alam ini dimana kita telah membuat semua materi dalam rumus senyawa kimia yang akhirnya mempertemukan arang dan intan dengan rumus kimia yang sama, sama rumitnya dengan menemukan satu lagi nama Tuhan dari 99 nama yang kita kenal, sama rumitnya dengan ketika kita mengitari bumi dari satu titik disaat yang sama kita melakukan gerakan yang menjauhi titik tersebut namun disisi lainnya kita malah makin mendekati titik asal kita mulai bergerak.

Namun itulah kehidupan yang bisa diakses akal, selalu nada misteri yang tak terjawab. 
lantas apakah tidak ada jawaban atas pertanyaan ini? tentu ada namun tidak di alam pikiran kita, semua jawaban ada di alam pemikiran keabadian Tuhan. Kita cuma bisa menganalisis kemungkinan kemungkinan yang bisa saja mendekati kebenaran atau bisa saja total salah sama sekali. 

Penjelasan yang bisa kita gunakan untuk ini adalah, adanya hijab padat dan masif diantara alam keTuhanan tempat kita pulang dengan jiwa jiwa penghuni abadi neraka ini. Tuhan adalah Cahaya diatas cahaya, cahaya Tuhan ini tidak menyinari jiwa jiwa ini karena diselubungi oleh kabut pekat akal pikiran yang dikendalikan nafsu/ego. Hanya cahaya saja yang eksis dalam kehidupan sementara kegelapan tidaklah eksis, kegelapan hanyalah bentuk dari ketiadaan cahaya. Cahaya keTuhanan (ghaib) terhalangi oleh hijab akal dan ego (materi) sehingga tidak menyinari hati dan jiwa mereka. Hal inilah yang menyebabkan jiwa jiwa ini abadi dalam kesengsaraan neraka dan tidak akan pernah bisa pulang kerumah kebahagiaan dan kedamaian Tuhan.

Jiwa jiwa dari kegelapan ini adalah jiwa yang sebetulnya bersih dan suci namun terjebak dalam dunia materi (mind dan ego) sehingga tidak mengenali spirit sumber sejati dirinya dan tidak akan pernah tahu akan kata pulang ke kedamaian abadi Tuhan.

Dan semoga kita semua nanti tergolong dari jiwa jiwa yang tahu jalan pulang, kerumah cahaya, rumah kebahagaian dan kedamaian abadi Tuhan. 

Wallahualam bissawab



Surga, Sistem atau Tujuan Kehidupan?

Masjid Nabawi Madinah 2012 Terlalu sering kita mendengar ajakan melakukan amalan amalan menuju surga ataupun meninggalkan perbuatan ...