Monday, February 22, 2016

Rumah Cahaya

 
 


     Di sebuah lembah yang yang jauh dari keramian manusia hidup sepasang manusia dalam gubuk sederhanya. Dua manusia yang memiliki latar belakang karakter, budaya dan keilmuan yang jauh berbeda dan telah memutuskan untuk menjadi mitra dalam menjalani sisa sisa takdir dari kehidupan mereka. Adanya kesamaan tujuan dalam hidup telah membuat semesta bersekokongkol untuk mempertemukan kedua jenis karakter yang berbeda ini.

     Jauh hari sebelum bertemu dan memutuskan untuk tinggal di gubuk itu, kedua mereka telah sering mendengarkan dari kedua orang tua dan guru guru mereka tentang adanya sebuah "rumah cahaya" dipuncak bukit yang tidak terlalu jauh dari gubuk yang mereka tinggali. Fantasi keindahan " rumah cahaya " yang mereka dapatkan dari sejak kecil begitu kuat tertanam di alam bawah sadar mereka yang tanpa mereka sadari setiap langkah yang mereka  buat adalah bagian dari rangkaian puzzle untuk menuju "rumah cahaya".

     Konon banyak penduduk sudah berusaha menuju kesana, ada yang sudah mencapainya dan menceritakan semua keindahan rumah itu dalam rangkaian kata kata yang bagi sebagian orang akan sangat menghipnotis untuk menemukannya namun tak jarang pula mereka juga mendengar banyak manusia yang terjatuh ke jurang yang sangat dalam ketika hendak mencapai puncak bukit dimana "rumah cahaya" itu berada.

     Memang katanya tidak mudah untuk menuju kerumah cahaya tersebut karena hutan di bukit itu begitu lebat dengan semua vegetasinya, kondisi ini menjadikan hutan itu begitu gelap dan sumber cahayanya cuma berasal dari berkas berkas  cahaya yang berasal dari rumah tersebut yang menembusi celah celah semak dan pepohonan di bukit itu. Dan berkas berkas cahaya ini pula yang menjadikan penunjuk arah bagi siapa saja yang ingin menuju kerumah tersebut.

     Mungkin akan sangat sederhana jika kita berpikir kita melangkah terus dibimbing oleh berkas berkas cahaya tersebut menuju tujuan kita namun kondisi riil di hutan yang penuh dengan duri yang kapan saja bisa melukai, sengatan binatang berbisa dan lainnya yang kapan saja bisa membuat kita tidak bisa mencapai tujuan kerumah tersebut. Bahkan tak jarang ketika orang sudah melihat rumahnya dari kejauhan malah terjatuh kejurang karena ketidak hati hatianya melewati jalan yang sangat sempit ketika hendak mencapai rumah itu.

     Berurut hari berlalu keingintahuan sepasang manusia ini akan rumah cahaya juga semakin besar namun mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri. Nafas si manusia pertama dibesarkan dalam tradisi taktikal dan lebih sedikit menggunakan akalnya sementara Akli manusia kedua dibesarkan dalam tradisi berpikir yang sangat kuat dan lebih sedikit menggunakan pisiknya untuk bertindak.
Setiap harinya Nafas selalu berjalan melintasi lebat dan gelapnya bukit untuk menuju rumah cahaya, setiap jalan yang dilaluinya dibuat penanda agar keesokan harinya dia bisa melangkah dengan lebih mudah dan lebih cepat. Inilah rutinitas harian yang dilakakukan Nafas dalam upayanya mencapai rumah cahaya. Dalam perjalannya tak jarang Nafas harus terjatuh, tertusuk duri, disengat binatang bahkan pernah jatuh ke lumpur hidup yang hampir saja merenggut nyawanya kalau saja dia tidak sempat menarik salah satu akar tunjang yang menggantung dari pohon beringin didekatnya.

     Rintangan rintangan yang dialami Nafas tidak juga mebuatnya surut demi mencapai mimpinya menuju rumah cahaya bahkan semakin hari semakin membuat dirinya lebih bijak dalam menjalani hari harinya karena mengetahui ada hal hal diluar sana yang sunggur berada diluar kuasa dirinya.

     Berbeda dengan Nafas, Akli berpandangan bahwa untuk mengetahui tentang rumah cahaya cukup hanya dengan mengetahuinya dan melihatnya dari kejauhan, dari gubuknya dan tidak harus bersusah payah melewati gelapnya hutan dengan kemungkinan kemungkinan bahaya yang bisa mengintai kapan saja seperti yang dialami oleh Nafas. Oleh karena itu Akli hanya mempersiapkan dan menggunakan seperangkat gadget sebagai  alat/cara yang dia gunakan untuk mengetahui tentang rumah cahaya.
Melalui gadget dan program yang dia miliki setiap harinya dan dari kamar gubuknya Akli menelusuri secara detail seluk beluk hutan. Bahkan dengan citra satelit dalam program map di gadgetnya Akli bisa tahu persis dimana posisi rumah cahaya dan juga dengan citra yang ada dia bisa melihat lihat rumah itu melalui gadgetnya.

     Segala data dan citra tentang hutan sebagai jalan menuju rumah cahaya bisa diakses oleh Akli, begitu juga data dan citra tentang rumah cahaya juga dia miliki.
Inilah kepuasan tertingginya dan dia sudah merasa mengetahuinya lebih dulu dan lebih banyak dari Nafas. Setiap harinya dia membangga banggakan data data dan citra yang bisa dia peroleh.
Disisi lain Akli hampir tidak ada kemauan sama sekali untuk bertindak untuk melakukan gerakan menuju ke rumah cahaya tersebut, baginya mengetahuinya saja sudah cukup sehingga dia bisa membahasakannya secara verbal bagi orang orang lain nantinya.

     Bagi Nafas petualangannyalah yang utama, dia ingin merasa dan tidak hanya sekedar tahu seperti yang diketahui Akli. Keindahan petualangan yang sangat dinikmati oleh Nafas yang semakin membuat mentalnya jadi lebih teruji mengatasi ganasnya hutan, jiwanya jadi lebih tahan dan juga tentunya lebih bijak dalam mengatasi keadaan.
Keindahan petualangan yang membangun jiwa yang pada akhirnya mampu membawa dirinya sampai kepada rumah cahaya yang selama ini dia impikan.

     Sungguh keindahan yang tak bisa terbahasan apa yang dia rasa ketika berada di rumah cahaya, semua kata kata tidak cukup untuk menggambarkan rasa bahagianya. Semakin dia amati semakin terasa indah melebihi dari kata kata  indah yang pernah dia baca sebelumnya dari orang orang yang sudah duluan sampai kerumah itu. Namun itulah bahasa, Nafas sendiri kebingungan bagaimana membahasakan karena keterbatasan kata  untuk melukiskannya. Dia hanya bisa berteriak bahagia sekuat tenaga " aku tlah sampai, aku sangat bahagia".

     Dengan rasa bahagia dan keharuan mendalam Nafas pulang ke gubuknya hanya untuk berbagi bahagia dengan Akli. Bergegas dia menjumpai Akli sambil berteriak "Akli..Akli, aku telah sampai kerumah cahaya, sangat indah dan sangat bahagia rasanya". Akli hanya tersenyum sambil mengatakan " Iya, tentu saja Nafas, bukankah aku sudah pernah menunjukkan kepadamu bagaimana indahnya foto rumah cahaya itu".

     Akli selalu merasa lebih dulu dan lebih banyak tahu namun dia tidak pernah bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan Nafas. Walaupun mereka sama sama bisa mengatakan kata yang sama    " aku sangat bahagia" namun tentunya kualitasnya berbeda.
Akli bisa jadi banyak tahu tentang data data dan citra namun dia tidak mengalaminya langsung dalam pengalamannya, dia tidak menjalani proses pembelajaran mental dan jiwa dari perjalanan menuju rumah cahaya yang sebetulnya itulah moment paling berharga dari menuju rumah cahaya. Dia tahu dengan logikanya namun dia tidak bisa merasa dengan jiwanya.
Bahkan pengetahuan yang yang dimiliki tidak mampu menjamin dia bisa dengan selamat menuju rumah cahaya karena tantangan menuju kesana harus melalui perjuangan dan ketahanan jiwa bukan sekedar tahu secara teoritis logis.
Hidupnya hanya sebatas petualangan akalnya dan tentu saja sebatas itu pula tingkatan dia bisa mempersepsikan kebahagiaan/keindahan petualangan menuju rumah cahaya.


     Bagi Nafas, kebahagiaan/keindahan petualangan kerumah cahaya sangat personal karena cuma jiwanya sendiri yang bisa merasa tanpa ada kata yang bisa melukiskannya.
Beda bukanlah soalannya karena itu terkait potensi dan kelemahan yang spesifik yang dimiliki masing masing mereka. Ini adalah rahmat juga bagi mereka untuk saling melengkapi terlepas bagaimana kualitas kebahagiaan yang ada di hati mereka masing masing dalam pencariannnya pada rumah cahaya.








Pencari

Wahai pencari
sadarilah, akalmu adalah hijabmu
akal dan debatmu tak akan pernah sampai kepada kebenaran

Kamu bisa jadi tahu benar atau tidak dengan akalmu
Tapi akalmu tak akan mampu mencapai kesana
Karena dia adalah cuma alatmu
Cuma bahasamu
Tuk hanya memverifikasi kebenaran yang ada

Kalbumu lah yang bisa mengantarmu kesana, mencapai kebenaran
Jaga dan bersihkan dia selalu dalam gerakmu
Bertindaklah,berbuatlah selalu dalam kesucian kalbumu
Karena itu adalah ibadahmu.
Dan semoga kebenaran akan jadi rumah jiwamu

Saturday, February 13, 2016

Dosa Dan Bencana, Benarkah Ada Hubungannya?

 



Dalam sejarah perkembangan manusia, bencana banyak diidentikkan dangan dosa, bencana adalah sebuah konsekwensi dari pembangkangan terhadap segala ketentuan Tuhan. Bencana adalah hukuman dan cara Tuhan berkomunikasi dengan hambanya yang telah melakukan pelanggaran atas perintahNya. Keyakinan ini bukan saja terjadi pada penganut agama agama Samawi, namun juga terjadi pada agama agama tradisional dan aliran aliran kepercayaan di berbagai belahan bumi. Bahkan dalam kitab suci agama agama Samawi sendiri secara tegas menjelaskan bahwa  bencana yang terjadi adalah akibat dari dosa dan pelanggaran yang dilakukan manusia terhadap ketentuan ketentuan Tuhan.

Kesamaan pandangan dari berbagai peradaban manusia terhadap korelasi dosa dan bencana ini bukanlah suatu kebetulan, kesamaan pandangan ini seperti mengisyaratkan adanya suatu  alasan logis dibalik fenomena ini. Namun keterbatasan pengetahuan dan perangkat keilmuan pada jamannyalah yang mengakibatkan konsep korelasi dosa dan bencana ini dibahasakan dengan bahasa yang dogmatis dan tidak dijelaskan secara logis.

Lantas, apakah ada korelasinya antara dosa dan bencana? kalau ada bagaimana pula penjelasan logisnya?

Dalam masyarakat agama - khususnya Islam- keyakinan pada ada hubungannya antara dosa dan bencana masih sangat kuat, karena dalam berbagai kisah bencana yang ada dalam Quran selalu dikaitkan dengan pelanggaran dan pembangkangan yang dilakukan manusianya pada jaman itu. Keyakinan pada kitab suci (Quran) mengakibatkan adanya pengacuhan terhadap penalaran logis, terlepas itu salah atau benar, logis atau tidak logis, sesuatu yang ada di kitab suci wajib diyakini, dan keyakinan yang seperti ini yang banyak dilakukan oleh banyak penganut agama.

Disisi lain, agama (Islam) sendiri sangat mendorong penggunaan logika dalam beragama. Dalam banyak surat kita akan menjumpai ayat ayat yang berkata "....sebagai tanda tanda bagi orang berpikir". Segala fenomena yang terjadi di semesta harus bisa dipertanggung jawabkan secara logis dan scientifik. Keterbatasan keilmuan pada jaman Musa as dan Sulaiman as dalam membaca fenomena alam bukan berarti terbelahnya laut merah dan teleportasi Sulaiman adalah "sim salabim". Semua yang bermateri selalu tunduk pada hukum fisika dan kimia sebagai sebuah ketentuan Tuhan (Sunnatullah), dan akal manusia adalah senjatanya, yang dalam beberapa ratus tahun terakhir  mengalami lompatan yang sangat besar dalam membaca ayat ayat (alam) Tuhan dalam memajukan peradaban manusia.

Bagi masyarakat agama sangat mudah untuk memberi pemahaman dan membuat mereka percaya dengan nilai nilai yang disampaikan oleh para Nabi, terlebih lagi itu berasal dari kitab suci, mereka akan langsung menerima dan mempercayainya tanpa ada proses penalaran logis. Hal ini tentunya akan  sangat berbeda ketika kita berhadapan dengan  masyarakat yang non agamis bahkan cenderung anti agama. Segala sesuatu yang kita sampaikan dari agama ataupun kitab suci tidak secara langsung akan mereka percayai, mereka akan melakukan proses penalaran, melakukan analisis kritis dan pembuktian yang logis sebelum meyakini sesuatu yang disampaikan oleh agama melalui kitab sucinya.

Menjadi tantangan disini adalah bagaimana cara memberikan pemahaman kepada masyarakat yang non agamis untuk meyakini apa yang disampaikan dalam kitab suci, bencana terkait dengan dosa menjadi suatu hal yang masuk akal , dan bukan sekedar konstraksi atau gejala fisik dari alam yang terjadi tanpa dikarenakan oleh gelombang pikiran dan perbuatan manusia . Perlu formulasi keilmuan untuk mejelaskan segala sesuatu yang dianggap benar dalam masyarakat agama agar bisa dianggap masuk akal dan diyakini pula oleh masyarakat non agama.

Sebagai masyarakat agama kita selalu selalu meyakini bahwa banjir besar pada masa Nuh as adalah akibat ingkarnya penduduk terhadap ajaran ajaran kebaikan Nuh. Yakini saja tanpa perlu ada penalaran logis bagaimana moral manusia bisa menggerakkan segala materi yang ada di alam. Kita tidak peduli bagaimana dosa bisa membuat angin panas pada kaum Madyan, kita juga tidak pernah mau tahu bagaimana perilaku kaum Sodom bisa membuat gunung memuntahkan isinya dan menenggelamkan mereka semua. Bagi kita yang beragama sangat gampang menjawabnya, kita tinggal katakan "itu semua balasan Tuhan, Tuhan maha  berkehendak, semua mungkin bagi Tuhan dan tinggal bilang " jadilah, maka jadilah"

Benar, Tuhan adalah maha kuasa namun sekali lagi, dalam kehidupan materi tidak se sim salabim itu, semua materi di dunia tunduk pada hukum fisika yang merupakan bagian dari sunnatullah itu sendiri. Segala sesuatunya harus melalui proses yang logis bahkan scientifik.

Begitu juga ketika berhadapan dengan masyarakat non agamis bahkan tidak percaya Tuhan, kita tidak bisa memaksa mereka untuk meyakini kitab suci, yang bagi sebagian besar mereka kitab suci adalah omong kosong belaka. Perlu pendekatan logis, menjelaskan bahwa semua pergerakan materi di alam juga terkait dengan pergerakan gelombang pikiran dan moral manusia.

Kita bersyukur terlahir di jaman dimana ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat, banyak temuan temuan ilmu pengetahuan semakin menelanjangi dunia, sehingga kita mendapat perimbangan dan penguatan dalam beragama, yang bukan cuma berlandaskan pada dogma dogma kitab suci namun juga mendapat pembenaran pembenaran secara ilmiah. Begitu juga halnya yang terjadi pada bencana  alam, sangat erat kaitannya dengan dosa bila kita coba pelajari dengan pendekatan keilmuan terkini. Sudah tidak saatnya lagi melakukan pendekatan dogmatis disaat ilmu pengetahuan sudah sangat berkembang, yang dalam perjalanannya ilmu pengetahuan merupakan alat pembenaran dan penguatan terhadap nilai niali nyang ada dalam kitab suci. Karena ilmu pengetahuan juga meruapakan cara Tuhan menunjukkan eksistensi diriNya terhadap manusia.

Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa dunia materi ini tersusun dari partikel terkecil yang dikenal dengan atom yang didalamnya tersusun dari berbagai elemen yang bisa menghasilkan energi. Apapun yang ada di dunia ini tersusun dari partikel ini, bahkan termasuk juga gelombang seperti bunyi bunyian dan pikiran manusia. Ketika kita melepaskan kedirian pada  kematerian, kita akan meyadari bahwa diri kita ini adalah kumpulan dari atom. Meja, laptop, gadget, bumi, planet planet, bintang dan segala materi yang ada di alam semesta adalah kumpulan atom atom/energi.

Fakta ini memberikan gambaran pada kita bahwa dikedalamannya semesta ini disesaki oleh atom atom, gelombang dan energi. Sebagai contoh, dimanapun sekarang kita berada, diudara disekeliling tempat kita berada yang kita anggap kosong ini berisi miliaran bahkan triliunan data yang berasal dari atom atom tadi. Dengan bantuan peralatan seperti handphone kita bisa merubah energi/gelombang/data yang ada diseputaran kita menjadi suara ataupun kalimat kalimat pesan di HP, dengan TV dikamar, dia bisa mengolah data data dan gelombang yang ada di udara menjadi gambar hidup yang bisa kita tonton bahkan siaran langsung dari jarak ribuan mil dari tempat kita berada, dengan fasilitas internet kita bisa mengakses data dari segala penjuru dunia. Hal ini menunjukkan betapa di udara kita ini, dialam semesta ini disesaki oleh energi energi/gelombang ataupun data data.

Seperti energi dan gelombang gelombang lainnya, ilmu pengetahuan juga sudah membuktikan bahwa pikiran manusia juga mempunyai massa, yang dengan kata lain juga tersusun dari partikel partikel. Ilmu pengetahuan terkini juga sudah mulai meneliti bagaimana kerja dari pikiran dalam mengirimkan sinyal seperti telephati, telekinesis, teleportasi dan lainnya. Bisa dibayangkan diudara yang kita anggap kosong ini juga sedang berkeliaran ide ide dari pikiran dan juga kata kata yang kita lepaskan. Pada saat ini, detik ini, bermiliaran bahkan mungkin tak berhingga gelombang pikiran manusia yang berkeliaran diudara.

Sampai disini, satu kesimpulan yang kita peroleh adalah kita sepakat dengan ilmu pengetahuan  telah membuktikan bahwa pikiran manusia memiliki massa dan medan energi yang mengisi ruang udara kita.

Lantas pertanyaannya bagaimana hubungannya pemikiran,perkataan dan perbuatan manusia yang salah atau dosa bisa mengaibatkan bencana alam?

Kebanyaakan kita meyakini alam semesta ini berjalan atas ketentuan tertentu yang disebut dengan hukum alam dan penuh keteraturan. Hal ini bisa kita lihat dari keberadaan alam semesta itu sendiri, seperti keteraturan peredaran bulan terhadap bumi dimana saat yang  sama bumi juga mengalami rotasi dan revolusi terhadap matahari, adanya jarak jarak ideal matahari dengan planet planet sehingga bisa membentuk komunitasnya sendiri sendiri. Begitu juga dengan galaksi galaksi dan peredaran komet, kesemuanya bergerak dalam ketentuannya, bergerak dalam keindahan tanpa ada kekacauan. Keteraturan ini dikenal dengan hukum alam atau dalam bahasa Islam dikenal dengan Sunnatullah, yang kemudian dalam perjalanan perkembangan ilmu pengetahuan ketetapan dan keteraturan itu diformulasikan menjadi hukum hukum fisika dan kimia.

kedinamisan, keteraturan, keseimbangan dan harmonisasi yang dipertontonkan oleh alam semesta ini adalah fitrah kehidupan itu sendiri. Keteraturan dan harmonisasi yang terjadi dalam dunia materi alam semesta ini adalah perwujudan dari keteraturan, keseimbangan dan harmonisasi yang terjadi dalam dunia energi. Sepertinya halnya alam semesta, jiwa jiwa manusia juga tunduk dalam hukum ini. Tunduk dalam hukum keteraturan yang penuh keseimbangan dan keharmonisan karena ini juga merupakan fitrah dari manusia sendiri.

Hukum alam/sunnatullah ini dinamis, harmonis dan memiliki  alur dan arusnya sendiri. Dan karena dia satu satunya hukum yang berlaku maka semua energi yang ada di alam semesta tunduk pada ketentuannya secara suka rela seperti detak jantung manusia, kehidupan binatang dihutan, komunikasi dan perkawinan tumbuh tumbuhan, hingga peredaran planet planet, bintang dan galaksi. 

Namun disisi lain ada juga ketundukan secara terpaksa, suatu gerakan yang melawan dari arus harmonisasi dan kedinamisan sunnatullah. Pergerakan yang dilakukan secara sadar oleh pikiran manusia. Sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna dan yang paling unik, manusia mempunyai kebebasan berkehendak yang dikomandoi oleh akal budinya. Sepanjang akal budi manusia bisa melahirkan pemikiran, perkataan dan perbuatan yang sejalah dengan fitrah semesta, sejalan dengan hukum Tuhan/Sunnatullah sepanjang itu pula energi dan fisiknya sejalan dengan keteraturan, keharmonisan dan keindahan hukum alam. Namun ketika manusia dengan akal budinya melahirkan pemikiran, kata kata dan perbuatan yang merusak dan melawan arus keharmonisan hukum alam maka kuatnya arus hukum alam/ Sunnatullah ini akan meluruskan atau memaksa kembali untuk tunduk padanya. 

Pelurusan secara terpaksa ini pertamanya terjadi dalam dunia energi, seperti yang kita yakini diawal bahwa semua bentukan fisik/materi yang ada di dunia adalah bentukan dari medan energi, ketika hukum alam ini meluruskan medan energi yang salah  yang dihasilkan oleh pikiran manusia maka akan berimbas pada bergeraknya pula materi materi yang ada didunia. Gerakan atau gejolak pada dunia materi juga sangat tergantung dari besaran perlawanan yang dibuat terhadap alur dan arus hukum alam tadi, seperti contoh tertusuk duri dalam Islam,  pemikiran dan perbuatan personal yang berenergi negatif serta berlawanan dengan hukum keteraturan alam akan menggerakkan alam untuk  meluruskan energi dalam pikiran dan perbuatan pelakunya  dengan tertusuk duri. Energi negatif yang kuat dan berskala yang dilakukan akan melahirkan gejolak yang besar pula pada dunia materi seperti banjir, gunung berapi, gempa dan tsunami.

Sebagai wakil Tuhan dimuka bumi, manusia mendapat kewajiban untuk terus menjaga semua keteraturan dan fitrah ini. Kita bisa menjaga medan energi yang dihasilkan oleh pikiran tetap bersih, positif bagi kehidupan, sehingga lingkungan dan peradaban manusia juga menjadi penuh kedamaian. Sebagai contoh ketika kita berpikir positif dan hidup selaras dengan alam maka kita akan bisa meminimalisasi potensi banjir, kekeringan dan lainnya. Dalam kehidupan sosial ketika kita bisa membangun medan energi yang positif dari pikiran maka kita bisa membangun masyarakat yang berkeadilan, makmur, penuh kedamainan, jauh dari peperangan, kemiskinan dan ketidakadilan. 

Tidak ada yang serba kebetulan, mungkin betul bencana adalah hal tak terduga dalam dunia materi namun itu semuanya tunduk dalam hukum sebab akibat dalam dunia energi. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membantu dalam upaya melogiskan pandangan kaum agamis kalau bencana yang terjadi sangat terkait dengan dosa, dimana penegertian dosa disini adalah energi negatif dari pikiran dan perbuatan manusia yang berlawanan dengan fitrah hukum alam yang selaras, serasi dan seimbang. Walaupun demikian, perlu kajian yang lebih scientifik lagi akan hal ini untuk menjadikannya bukan saja masuk akal namun bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah bagi seluruh kalangan manusia.




Surga, Sistem atau Tujuan Kehidupan?

Masjid Nabawi Madinah 2012 Terlalu sering kita mendengar ajakan melakukan amalan amalan menuju surga ataupun meninggalkan perbuatan ...